Monday 2 November 2009

Perjalanan Kehidupan


Perjalanan kehidupan sering kali membuat saya kagum dan terheran-heran, meski sudah saya susun sedemikian rapi rencana hidup jangka pendek bahkan jangka panjang, tapi ternyata banyak hal yang meleset dalam pelaksanaannya. Banyak yang menggembirakan, namun tidak sedikit juga yang mengecewakan. Di sinilah kesadaran dan kesabaran saya sebagai makhluk yang tergantung kepada Sang Pencipta digembleng. Seberapa pahamkah saya dengan Allah? Sudah pahamkah saya dengan kekuasaan-Nya? Berapa banyakkah kesabaran saya untuk menghadapi semua hal yang tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan? Kesadaran bahwa yang saya inginkan belum tentu terbaik untuk saya dan kesadaran hanya Allah Yang Maha Tahulah yang tahu pasti tentang apa yang terbaik untuk saya adalah langkah awal dari pembelajaran kesabaran.

Kehidupan telah mengajari saya tentang kesabaran menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan secara bertahap sejak saya masih kecil hingga sekarang dewasa. Di saat masih kecil ukuran kesabaran itu hanya berupa sebatas belajar mengerti kenapa sesuatu tidak bisa saya dapatkan padahal saya sungguh menginginkannya, seperti mainan dan makanan. Saya tidak belajar sendiri saja di saat itu, bahkan sampai sekarang. Ada keluarga saya yang selalu berusaha memberi saya pengertian, kenapa saya tidak memiliki mainan itu? Kenapa saya tidak boleh memakan makanan yang saya inginkan? Dan lain sebagainya.

Ada rasa kecewa yang saya rasakan, itu pasti. Bahkan air mata saya pun menjadi bahasa yang mewakili rasa kecewa yang saya rasakan sangat dalam. Semua rasa, baik itu bahagia maupun duka semakin berkembang rasanya dan semakin kompleks penyebabnya di saat saya beranjak dewasa. Kebahagiaan saat saya mendapat nilai terbaik dan bisa masuk ke sekolah yang saya inginkan setelah usaha dan do'a yang saya lakukan sungguh-sungguh dan juga kebahagiaan kecil lain yang jumlahnya tak terhitung namun sering kali saya lupa menyukurinya, astagfiruLlahal'adzim. Kesedihan pun menyeimbangkan rasa bahagia yang hadir silih berganti, membuat saya belajar menikmati perihnya rasa kecewa yang membuat saya sadar bahwa saya hanya punya hak berusaha dan berdo'a. Mengingatkan saya betapa saya hanya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan dan mengingatkan saya tentang rasa syukur dan menyingkirkan rasa mampu sendiri, karena hakekatnya semua tergantung kepada kekuasaan dan kekuatan dari Allah semata. Laa qaula walaquwata ila biLlah.

2 comments:

  1. Waaaah, mbak marya menyusun rencana hidupnya dengan rapi ya, saya membiarkannya mengalir seperti air :)

    ReplyDelete
  2. Betul Teh Metty, marya rupanya sudah menyusun Planning hidup. Semua biarkan mengalir bersama air.. bagaikan sungai2 yg ada di gunung..
    Tak heran Marya memang anak gunung ^_^

    ReplyDelete